top of page
Search

Nasehat Kepada Seorang Muslim



Nasehat merupakan pilar ajaran Islam. Di antara bentuk nasehat yang perlu dijalankan oleh masing-masing muslim adalah beri tambahan nasehat kepada saudaranya sesama muslim. Namun, nasehat ini tidak sempit sebagaimana yang diakui oleh lebih dari satu orang. Karena hakekat dari nasehat adalah meminta kebaikan bagi saudaranya. Lawan dari nasehat adalah lakukan penipuan. Sementara menipu merupakan dosa besar yang mengakibatkan kerusakan keimanan seorang hamba. Maka sudah mestinya masing-masing muslim bersemangat untuk menunaikan nasehat kepada sesama saudaranya demi terjaganya iman di dalam dirinya dan demi kebaikan saudaranya. عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, dia berkata: “Aku berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan nasehat (menghendaki kebaikan) bagi masing-masing muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang bertanya, “Apa itu ya Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Apabila kamu berjumpa dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, jikalau dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, jikalau dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, jikalau dia bersin sesudah itu memuji Allah maka doakanlah dia -dengan bacaan yarhamukallah-, jikalau dia sakit maka jenguklah dia, dan jikalau dia meninggal maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim) an-Nawawi rahimahullah berkata: فَمَعْنَاهُ طَلَبَ مِنْك النَّصِيحَة ، فَعَلَيْك أَنْ تَنْصَحهُ ، وَلَا تُدَاهِنهُ ، وَلَا تَغُشّهُ ، وَلَا تُمْسِك عَنْ بَيَان النَّصِيحَة “Maknanya: -apabila- dia meminta nasehat darimu, maka perlu bagimu untuk menasehatinya, jangan hanya melacak wajah di hadapannya, jangan pula menipunya, dan janganlah kamu menahan diri untuk menerangkan nasehat –kepadanya-.” (Syarh Muslim [7/295] asy-Syamilah) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمُؤْمِنِ عَلَى الْمُؤْمِنِ سِتُّ خِصَالٍ يَعُودُهُ إِذَا مَرِضَ وَيَشْهَدُهُ إِذَا مَاتَ وَيُجِيبُهُ إِذَا دَعَاهُ وَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِذَا لَقِيَهُ وَيُشَمِّتُهُ إِذَا عَطَسَ وَيَنْصَحُ لَهُ إِذَا غَابَ أَوْ شَهِدَ Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada enam kewajiban seorang muslim kepada mukmin yang lain. Apabila saudaranya sakit hendaknya dia jenguk. Apabila dia bisa meninggal hendaknya dia ikut menyaksikannya. Apabila berjumpa maka hendaknya dia ucapkan salam kepadanya. Apabila dia bersin hendaknya mendoakannya. Dan jikalau dia pergi/tidak ada atau sedang ada -ada di hadapannya- maka hendaknya dia bersikap nasehat kepadanya.” (HR. Tirmidzi, beliau bicara hadits hasan sahih) al-Mubarakfuri rahimahullah berkata: وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ يُرِيدُ خَيْرَهُ فِي حُضُورِهِ وَغَيْبَتِهِ ، فَلَا يَتَمَلَّقُ فِي حُضُورِهِ وَيَغْتَابُ فِي غَيْبَتِهِ فَإِنَّ هَذَا صِفَةُ الْمُنَافِقِينَ “Kesimpulannya adalah hendaknya seorang muslim senantiasa dambakan kebaikan bagi saudaranya, baik pas dia ada ataupun tidak ada, dan janganlah dia hanya senang melacak wajah pas berada di hadapannya dan menggunjingnya jikalau saudaranya itu tidak ada di hadapannya, karena sesungguhnyahal ini terhitung ciri orang-orang munafik.” (Tuhfat al-Ahwadzi [7/44] asy-Syamilah) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu pas melalui setumpuk makanan -yang dijual- sesudah itu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya sesudah itu jari beliau memperoleh basah-basah di dalamnya. Maka beliau berkata, “Wahai pemilik/penjual makanan, kenapa ini?”. Dia menjawab, “Terkena air hujan ya Rasulullah.” Maka Nabi berkata, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di atas tumpukan makanan itu supaya orang-orang bisa melihatnya. Barangsiapa yang menipu maka dia bukan terhitung golongan kami.” (HR. Muslim) ash-Shan’ani rahimahullah berkata: وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الْغِشِّ وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَى تَحْرِيمِهِ شَرْعًا مَذْمُومٌ فَاعِلُهُ عَقْلًا “Hadits ini merupakan dalil yang memperlihatkan diharamkannya penipuan, dan perihal itu adalah perkara yang sudah disepakati keharamannya berdasarkan syari’at dan dicela pelakunya menurut logika.” (as-Subul as-Salam [4/134] asy-Syamilah) Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: ومن حقوق المسلم على المسلم أن تنصحه إذا استنصحك ، فتشير عليه بما تحبه لنفسك ، فإن من غش فليس منا ، فإذا شاورك في معاملة شخص أو في تزويجه أو غيره ، فإن كنت تعلم منه خيرا فأرشده إليه ، وإن كنت تعلم منه شرا ، فحذره ، وإن كنت لا تدري عنه ، فقل له : لا أدري عنه ، وإن طلب أن تبين له شيئا من الأمور التي تقتضي البعد عنه ، فبينه له “Di antara kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain adalah kamu perlu menasehatinya jikalau dia meminta nasehat kepadamu, supaya kamu bisa memperlihatkan kepadanya apa yang kamu senangi untuk dirimu sendiri, karena orang yang menipu bukan terhitung golongan kita. Apabila dia bermusyawarah kepadamu -meminta saran- pas berkenaan bersama bersama seseorang atau dalam urusan pernikahannya atau urusan yang lain, maka jikalau kamu tahu kebaikan darinya maka arahkanlah ia kepadanya. Apabila kamu tahu keburukan darinya maka peringatkanlah dia darinya. Apabila kamu tidak tahu tentangnya maka katakanlah kepadanya; aku tidak tahu tentangnya. Apabila dia meminta kamu untuk menerangkan suatu perihal perkara yang mestinya dia menjauhi darinya maka terangkanlah perihal itu kepadanya.” (adh-Dhiya’ al-Lami’ min al-Khuthab al-Jawami’ [1/233] asy-Syamilah) Syaikh Abdullah bin Jarullah berkata: وإذا استنصحك فانصح له أي إذا استشارك في عمل من الأعمال هل يعمله أم لا ؟ فانصح له بما تحب لنفسك فإن كان العمل نافعا من كل وجه فحثه على فعله وإن كان مضرا فحذره منه وإن احتوى على نفع وضر فاشرح له ذلك ووازن بين المنافع والمضار والمصالح والمفاسد وكذلك إذا شاورك في معاملة أحد من الناس أو التزوج منه أو تزويجه فأظهر له محض نصحك واعمل له من الرأي ما تعمله لنفسك وإياك أن تغشه في شيء من ذلك فمن غش المسلمين فليس منهم وقد ترك واجب النصيحة ، وهذه النصيحة واجبة على كل حال ولكنها تتأكد إذا استنصحك وطلب منك الرأي النافع “Apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, bermakna jikalau dia meminta masukan kepadamu berkenaan suatu pekerjaan apakah dia sebaiknya melakukannya atau tidak? Maka nasehatilah dia bersama bersama suatu perihal yang kamu sukai bagi dirimu. Apabila pekerjaan itu berfungsi dari begitu banyak ragam faktor maka doronglah dia untuk melakukannya. Apabila perihal itu beresiko maka peringatkanlah dia darinya. Apabila perihal itu mempunyai persentase faedah dan madharat maka jelaskanlah kepadanya perihal itu, dan bandingkanlah untuknya antara faedah dan madharat, atau maslahat dan mafsadat yang ada. Demikian terhitung jikalau dia meminta wejangan kepadamu dalam urusan muamalah bersama bersama seseorang atau hendak menikah dengannya maka tunjukkanlah kepadanya sikap tulusmu dalam beri tambahan nasehat. Gunakanlah pendapat dalam menasehatinya bersama bersama pendapat yang kamu sukai bagi dirimu. Janganlah kamu menipunya dalam perkara itu. Karena barangsiapa yang menipu kaum muslimin maka dia bukan terhitung golongan mereka dan dia sudah meninggalkan kewajiban nasehat. Nasehat ini hukumnya perlu -secara mutlak- dalam situasi apapun, bisa namun kewajiban ini menjadi ditekankan tatkala dia meminta nasehat kepadamu dan meminta wejangan yang berfungsi kepadamu.” (Kamal ad-Din al-Islami wa Haqiqatuhu wa Mazayahu, perihal 77. memandang terhitung Bahjat al-Qulub al-Abrar, perihal 114 asy-Syamilah) عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu’anha, dia mengatakan bahwa suatu pas Mu’waiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm dambakan melamarku, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Abu Jahm, dia itu tidak dulu menempatkan tongkatnya dari bahunya. Adapun Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tak berharta. Menikahlah bersama bersama Usamah bin Zaid.” Namun aku tidak menyukainya. Lalu beliau bersabda, “Menikahlah bersama bersama Usamah.” Maka akupun menikah dengannya supaya Allah menjadikan kebaikan padanya (HR. Muslim) an-Nawawi rahimahullah berkata: وَفِيهِ دَلِيل عَلَى جَوَاز ذِكْر الْإِنْسَان بِمَا فِيهِ عِنْد الْمُشَاوَرَة وَطَلَب النَّصِيحَة وَلَا يَكُون هَذَا مِنْ الْغِيبَة الْمُحَرَّمَة بَلْ مِنْ النَّصِيحَة الْوَاجِبَة . وَقَدْ قَالَ الْعُلَمَاء إِنَّ الْغِيبَة تُبَاح فِي سِتَّة مَوَاضِع أَحَدهَا الِاسْتِنْصَاح “Di dalam hadits ini terdapat dalil yang memperlihatkan bolehnya mengatakan apa-apa yang terdapat pada diri seseorang pas bermusyawarah dan meminta nasehat, dan perihal ini tidak terhitung dalam tingkah laku ghibah/doa agar bermimpi baik menggunjing yang diharamkan, bahkan perihal ini adalah nasehat yang wajib. Para ulama mengatakan bahwa ghibah diperbolehkan pada enam keadaan, tidak benar satunya adalah pas dimintai nasehat -pendapat berkenaan orang lain yang hendak dinikahi atau menjadi kawan usaha dan semacamnya, pent-.” (Syarh Muslim [5/240] asy-Syamilah) وقد سمع أبو تراب النخشبي أحمد بن حنبل وهو يتكلم في بعض الرواة فقال له: أتغتاب العلماء؟! فقال له: ويحك! هذا نصيحة، ليس هذا غيبة. Abu Turab an-Nakhasyabi dulu mendengar Ahmad bin Hanbal pas dia sedang membicarakan/mengkritik lebih dari satu periwayat. Maka dia bicara kepadanya, “Apakah kamu menggunjing para ulama?!”. Maka beliau bicara kepadanya, “Celaka kamu! Ini adalah nasehat, ini bukan ghibah.” (disebutkan dalam al-Ba’its al-Hatsits, hal. 36 asy-Syamilah) Semoga Allah menjadikan kita terhitung orang yang bisa menunaikan kewajiban yang agung ini dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang saling beri tambahan nasehat bersama bersama ikhlas karena-Nya. Wallahul muwaffiq. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

 
 
 

Recent Posts

See All
Memasang Power Supply CCTV

Cara Memasang Power Supply CCTV – Penggunaan CCTV di era modern ini semakin meningkat, pasalnya manusia tidak selamanya mengawasi rumah...

 
 
 
Memasang CCTV Sendiri

Perkembangan zaman di era modern ini sangat drastis sekali, semuanya bisa diatasi dengan elektronik karena memang elektronik memiliki...

 
 
 

Comments


bottom of page